Petta Palellung: Jejak Pemikiran, Warisan, dan Perjuangan
Tulisan-tulisan dalam kategori ini adalah hasil analisis, kajian, serta pemikiran saya, Arham MSi La Palellung, yang bersumber dari berbagai literatur, korelasi peristiwa dari masa lalu hingga kini, serta pembacaan lintas zaman. Fokus utama saya adalah sejarah, adat, dan budaya, serta berbagai topik lain seperti korupsi, hak asasi manusia, dan hukum—semuanya tetap berlandaskan pada nilai dan keyakinan Islam yang saya anut.
Saya menyadari bahwa setiap pemikiran dan sudut pandang bisa saja berbeda, bahkan mungkin mengandung kekeliruan. Oleh karena itu, saya terbuka terhadap kritik, koreksi, maupun tambahan wawasan dari siapa saja yang memiliki perspektif lebih luas atau mendalam. Silakan berbagi pandangan agar kita bisa saling belajar dan memperkaya pemahaman bersama.
Warisan Darah dan Nilai Kepemimpinan
Darah yang mengalir dalam diri saya adalah warisan Wija To Mappideceng Pabbicara Pangngaderen—para leluhur yang senantiasa berbuat kebaikan dan menjunjung tinggi keadilan. Begitu pula, garis kepemimpinan yang diwariskan kepada saya bukan sekadar kebanggaan, melainkan tanggung jawab besar yang harus saya emban dengan penuh kesadaran.
Dalam perjalanan hidup, saya berpegang teguh pada nilai-nilai kepemimpinan luhur yang telah diwariskan oleh para leluhur saya:
✅ Lempu’ – Kejujuran dan integritas
✅ Adatongeng – Kebijaksanaan dan kepedulian
✅ Siri’ na Pacce – Harga diri dan solidaritas
Makna Nama: Palellung, Sebuah Perjalanan
Nama adat yang saya gunakan, Petta Palellung atau La Palellung, adalah bentuk penghormatan kepada kakek saya, La Lellung. Dalam bahasa Bugis, Lellung berarti “tenda kebesaran” yang digunakan untuk memayungi raja dalam prosesi adat, melambangkan kehormatan dan kebangsawanan. Ungkapan Ri Paduppai Lellung bermakna “dijemput dengan tenda kebesaran”, suatu simbol penghormatan tertinggi.
Namun, Lellung juga memiliki makna lain: “buru” atau perburuan. Maka, Palellung berarti ‘pemburu’. Nama ini bukan sekadar sebutan, melainkan cerminan dari perjalanan hidup saya selama puluhan tahun—sebagai pemburu kebaikan, pemburu keadilan. Saya memburu koruptor, memburu pemimpin zalim, serta memburu siapa saja yang menyalahgunakan kekuasaan untuk menindas rakyat.
Oleh karena itu, dalam keseharian, saya sering disapa dengan berbagai nama: Petta Palellung, Petta Lellung, atau Daeng Palellung—semua memiliki makna yang sama, mengakar pada warisan yang saya junjung tinggi.
Tulisan ini bukan hanya rekaman pemikiran, tetapi juga perjalanan dalam membela kebenaran, menegakkan keadilan, dan menjaga warisan luhur yang telah dititipkan oleh para leluhur.
Salam Adat Budaya, Salam Jurnalis