Catatan Petta Lellung – Ketika Belanda mulai menguasai Sulawesi Selatan pada abad ke-17 dan semakin memperkuat cengkeramannya pada abad ke-19 hingga awal abad ke-20, mereka tidak menghapus sistem kebangsawanan Bugis. Sebaliknya, Belanda justru memanfaatkannya untuk kepentingan kolonial. Gelar kebangsawanan tetap diakui, tetapi dengan syarat bahwa bangsawan yang diangkat harus tunduk pada pemerintahan kolonial.
Bagaimana Belanda Memengaruhi Gelar Kebangsawanan Bugis?
- Mengakui dan Mengontrol Bangsawan yang Pro-Belanda: Belanda tidak serta-merta menghapus para raja dan arung, tetapi mereka hanya mengakui dan memberi kekuasaan terbatas kepada bangsawan yang bersedia bekerja sama dengan mereka. Sebaliknya, para bangsawan yang menentang Belanda sering dikalahkan, diasingkan, atau kehilangan pengaruhnya.
- Pemberian Gelar dan Status untuk Mempermudah Administrasi: Belanda memperkenalkan sistem Bupati (Regent), di mana seorang bangsawan lokal tetap diakui sebagai pemimpin wilayahnya, tetapi harus tunduk pada aturan kolonial dan bertanggung jawab langsung kepada pemerintah Belanda. Dengan cara ini, Belanda tetap bisa mengontrol daerah Bugis melalui struktur tradisional yang sudah ada.
- Membantu Bangsawan Tertentu Memperkuat Posisi Mereka: Dalam beberapa kasus, Belanda mendukung satu kelompok bangsawan dalam konflik internal untuk memastikan stabilitas wilayah. Jika terjadi perebutan kekuasaan dalam kerajaan Bugis, Belanda akan berpihak pada calon yang lebih pro-kolonial dan membantu mengamankan posisinya.
- Melemahkan atau Menghapus Bangsawan yang Anti-Belanda:Bangsawan yang menentang kolonialisme sering kali mengalami represi. Contohnya, Arung Palakka pada abad ke-17 bekerja sama dengan Belanda, sementara bangsawan yang menolak kerja sama dengan Belanda pada abad ke-19 dan 20 banyak yang diasingkan atau kekuasaannya dicabut.
- Mengubah Struktur Sosial dan Ekonomi Bangsawan: Sebelum kedatangan Belanda, kebangsawanan Bugis memiliki kekuatan militer dan ekonomi yang mandiri. Namun, setelah kolonialisme, banyak bangsawan yang bertahan bukan karena kekuatan mereka sendiri, tetapi karena perlindungan dari Belanda. Selain itu, beberapa bangsawan memperoleh keuntungan ekonomi melalui kerja sama dengan Belanda dalam perdagangan dan pengelolaan tanah.
✅ Belanda tidak menghapus gelar kebangsawanan Bugis, tetapi menggunakannya sebagai alat kontrol.
✅ Bangsawan yang pro-Belanda diberi kekuasaan terbatas, sementara yang menentang dilemahkan atau diasingkan.
✅ Sistem kebangsawanan Bugis mulai bergeser dari kepemimpinan mandiri menjadi lebih bergantung pada kolonial.
✅ Setelah Indonesia merdeka, gelar kebangsawanan tetap dihormati dalam budaya, tetapi tidak lagi memiliki kekuasaan politik seperti dahulu.
Belanda berperan besar dalam membentuk ulang sistem kebangsawanan Bugis, tetapi mereka tidak sepenuhnya menghapusnya. Pengaruh kolonial ini masih terasa hingga sekarang dalam cara masyarakat Bugis melihat status kebangsawanan. Catatan Penulis