Jejak Langkah Bang AMSi – Islam di Nusantara berkembang melalui perjalanan panjang yang dipenuhi jejak para ulama, wali, dan tokoh adat yang membawa ajaran tauhid ke berbagai pelosok negeri. Salah satu tokoh sentral dalam penyebaran Islam di Pulau Jawa adalah Syekh Datuk Kahfi, yang dikenal dengan berbagai nama seperti Syekh Idhofi, Syekh Nurul Jati, Syekh Nurjati, Syekh Datuk Barul, Syekh Datuk Iman, Syekh Dulyamin, dan lainnya.
Syekh Datuk Kahfi adalah ulama besar yang pertama kali menyebarkan Islam di wilayah Cirebon, khususnya di daerah Amparan Jati, yang kini lebih dikenal sebagai Gunung Jati. Ia adalah buyut dari Pangeran Santri (Ki Gedeng Sumedang), penerus penguasa Kerajaan Sumedang Larang, Jawa Barat, serta keturunan dari Amir Abdullah Khan.
Sebagai perintis dakwah Islam di Cirebon, Syekh Datuk Kahfi menjadi guru dari Pangeran Walangsungsang dan Nyai Rara Santang (Syarifah Muda’im), putra dan putri Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi), Raja Kerajaan Pajajaran. Melalui ajarannya, Islam mulai berkembang pesat di wilayah tersebut.
Pembentukan Masyarakat Islam dan Cikal Bakal Walisongo
Syekh Datuk Kahfi tidak berdakwah sendirian. Ia didukung oleh para murid dan ulama lainnya seperti Maulana Magribi, Pangeran Makhdum, Maulana Pangeran Panjunan, Maulana Pangeran Kejaksan, Maulana Syekh Bantah, Syekh Majagung, Maulana Syekh Lemah Abang, Mbah Kuwu Cirebon (Pangeran Cakrabuana), dan Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati).
Pada suatu waktu, mereka berkumpul di Pasanggrahan Amparan Jati di bawah pimpinan Syekh Datuk Kahfi. Dalam pertemuan tersebut, beliau menyampaikan fatwanya:
“Wahai murid-muridku, sesungguhnya masih ada suatu rencana yang sesegera mungkin kita laksanakan, yaitu mewujudkan atau membentuk masyarakat Islamiyah. Bagaimana pendapat para murid semuanya dan bagaimana pula caranya kita membentuk masyarakat Islamiyah itu?”
Para murid sepakat dengan gagasan tersebut. Syarif Hidayatullah mengusulkan bahwa cara terbaik untuk mewujudkan masyarakat Islam adalah dengan memperbanyak tabligh (dakwah) ke pelosok-pelosok secara baik dan teratur. Pendapat ini mendapat dukungan penuh dan segera dijalankan.
Sidang ini kemudian menjadi dasar pembentukan organisasi dakwah Walisongo, yang berperan penting dalam penyebaran Islam di Nusantara.
Jejak Kerajaan Islam di Nusantara
Perkembangan Islam tidak hanya terjadi di Pulau Jawa. Di wilayah lain, Islam juga berkembang melalui kerajaan-kerajaan besar seperti: Kerajaan Islam Gowa-Tallo, Kerajaan Wajo, Kerajaan Bone.
Di Sulawesi Selatan, Islam tidak hanya diterima sebagai agama, tetapi juga menjadi bagian dari sistem pemerintahan dan adat istiadat. Para pemimpin kerajaan dan keturunannya umumnya menyandang gelar Sayyid/Sayyidah atau Syarif/Syarifah, menandakan garis keturunan mereka dari Nabi Muhammad SAW.
Selain itu, mereka juga memiliki gelar adat yang melekat dalam nama mereka, seperti Puang, Karaeng, Petta, dan sebutan adat lainnya. Gelar-gelar ini tidak hanya menjadi identitas kebangsawanan, tetapi juga mencerminkan tanggung jawab dalam menjaga adat dan budaya leluhur.
Melestarikan Sejarah sebagai Warisan Berharga
Jejak penyebaran Islam di Nusantara merupakan warisan sejarah yang tidak boleh hilang atau dilupakan. Kisah perjuangan para ulama dan raja-raja Islam harus terus dikenang, bukan sekadar untuk mengenali silsilah keturunan, tetapi untuk meneladani nilai-nilai perjuangan, keteguhan iman, serta akhlak mulia yang mereka wariskan.
Masyarakat adat dan para keturunan bangsawan memiliki peran penting dalam menjaga dan melestarikan sejarah ini. Sejarah tidak boleh dipalsukan atau diubah sesuai kepentingan tertentu. Yang salah bisa saja diluruskan, tetapi kesalahan tidak boleh mengandung kebohongan.
Sebagai pewaris peradaban Nusantara, kita semua memiliki tanggung jawab untuk menjaga catatan, tuturan, dan tulisan sejarah agar tetap hidup dan menjadi pelajaran bagi generasi mendatang.
Karena tanpa sejarah, kita akan kehilangan jati diri. Dan tanpa jati diri, kita akan kehilangan arah sebagai bangsa yang besar. Catatan Penulis