Catatan Petta Lellung – Banyak orang bangga dengan keturunan dan garis kebangsawanan mereka. Tidak salah jika kita menghormati leluhur dan menjaga warisan budaya. Namun, yang lebih penting dari kebanggaan akan darah keturunan adalah bagaimana kita membawa diri di tengah masyarakat. Keturunan yang baik bukan hanya mereka yang mengandalkan nama besar leluhur, tetapi mereka yang menjaga akhlak, bermanfaat bagi orang lain, dan tetap rendah hati.
Sayangnya, masih ada sebagian orang yang terlalu membanggakan keturunan mereka tanpa memberikan kontribusi nyata kepada masyarakat. Sikap ini justru bisa merusak citra kebangsawanan itu sendiri.
Keturunan Itu Anugerah, Akhlak Itu Pilihan
Dalam Islam, Allah tidak melihat seseorang berdasarkan keturunannya, tetapi berdasarkan keimanan dan amal perbuatan. Semua manusia sama di hadapan Allah, yang membedakan hanyalah ketakwaan mereka. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan hartamu, tetapi Dia melihat hati dan amal perbuatanmu.” (HR. Muslim)
Memiliki garis keturunan dari bangsawan atau orang mulia bukanlah sebuah pencapaian, melainkan sebuah amanah. Amanah ini hanya akan bermakna jika dijaga dengan akhlak yang baik dan sikap yang memberi manfaat bagi sesama.
Ilmu Genetika: Tidak Ada Darah Bangsawan, Semua Sama
Secara ilmiah, konsep “darah bangsawan” atau “darah rakyat biasa” tidak ada dalam genetika. Setiap manusia mendapatkan 50% DNA dari ayah dan 50% dari ibu. Tidak ada darah yang lebih dominan antara ayah atau ibu dalam pewarisan sifat genetik.
Dengan kata lain, darah seorang anak adalah campuran yang seimbang dari kedua orang tuanya.
Konsep darah bangsawan hanyalah konstruksi sosial yang berkembang dalam budaya dan tradisi. Dahulu, ketika ilmu genetika belum berkembang, banyak masyarakat yang menilai keturunan berdasarkan garis ayah karena lebih mudah ditelusuri. Namun, secara ilmiah, tidak ada perbedaan biologis antara darah bangsawan dan darah rakyat biasa.
Keturunan Mulia Harus Menjadi Teladan
Karena konsep darah bangsawan lebih bersifat sosial, maka martabat seorang keturunan tidak ditentukan oleh leluhurnya, tetapi oleh akhlaknya sendiri.
- Jangan Sombong
Jika seseorang hanya mengandalkan status keturunan tetapi tidak memiliki akhlak yang baik, maka status itu tidak ada artinya. Bangsawan sejati bukanlah mereka yang sombong dan merasa lebih tinggi dari orang lain, tetapi mereka yang rendah hati dan dihormati karena perbuatannya.
- Jangan Hanya Mengedepankan Nama, tetapi Juga Kontribusi
Lebih baik dikenal sebagai orang yang baik dan bermanfaat daripada hanya sebagai keturunan orang besar. Apa gunanya keturunan tinggi jika tidak memberikan manfaat kepada orang lain?
- Jaga Silaturahmi dan Persaudaraan
Bangsawan sejati tidak memandang rendah orang lain, tetapi justru merangkul semua kalangan. Menjaga hubungan baik dengan sesama lebih mulia daripada sekadar membanggakan garis keturunan.
- Akhlak Lebih Berarti Daripada Gelar
Dalam sejarah Bugis, banyak pemimpin dihormati bukan hanya karena darah bangsawan mereka, tetapi karena akhlak dan kebijaksanaan mereka. Bahkan seorang rakyat biasa bisa lebih dihormati daripada seorang bangsawan jika memiliki akhlak yang lebih baik.
✅ Keturunan adalah anugerah, tetapi akhlak adalah pilihan.
✅ Secara genetika, tidak ada perbedaan antara darah bangsawan dan darah rakyat biasa—semua manusia sama.
✅ Bangsawan sejati tidak hanya mengandalkan nama leluhur, tetapi juga menjaga akhlak dan memberikan manfaat bagi masyarakat.
✅ Islam mengajarkan bahwa yang membedakan manusia hanyalah ketakwaannya, bukan status keturunannya.
Jadi, daripada hanya membanggakan garis keturunan, lebih baik kita berusaha menjadi manusia yang baik, menjaga akhlak, dan memberikan manfaat bagi sesama. Nama besar leluhur akan tetap terhormat jika keturunannya juga menjaga kehormatan mereka dengan akhlak yang baik. Catatan Penulis