banner 970x250

Ketum AMJI-RI Serukan Insan Pers Bersatu: “Pers Alat Perjuangan, Bukan Alat Kekuasaan”

banner 728x90
banner 728x90

Makassar – Aliansi Media Jurnalis Independen Republik Indonesia (AMJI-RI) menyatakan keprihatinannya atas berbagai kebijakan yang mendiskreditkan wartawan tanpa sertifikat Uji Kompetensi Wartawan (UKW) serta media yang belum terverifikasi oleh Dewan Pers.

Jangan lewatkan: Catatan AMSi: Perjalanan Jurnalisme dan Dedikasi untuk Kemerdekaan Pers

banner 325x300

Ketua Umum AMJI-RI, Arham MSi La Palellung, menegaskan bahwa UKW bukan syarat utama untuk menjadi wartawan. Hal ini disampaikannya saat dimintai tanggapan di Makassar pada Sabtu (21/1/2023).

“Pernyataan bahwa wartawan harus memiliki sertifikat UKW sering dilontarkan dalam berbagai forum dan media, namun di lapangan masih menjadi polemik,” ujar La Palellung.

Pembatasan Wartawan dan Media

Lebih lanjut, Arham menyoroti kebijakan beberapa instansi pemerintahan, khususnya Dinas Kominfo di daerah, yang mewajibkan media melampirkan sertifikasi dari Dewan Pers dan sertifikat UKW sebagai syarat kerja sama.

Menurutnya, hal ini merupakan bentuk pembatasan terhadap wartawan dan media yang belum memenuhi persyaratan tersebut. Padahal, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers telah mengatur bahwa perusahaan pers adalah badan hukum yang secara khusus bergerak di bidang pers.

“Perusahaan pers yang berbadan hukum sudah memiliki legalitas. Semua perusahaan pers wajib mengumumkan identitasnya secara terbuka, termasuk nama, alamat, dan penanggung jawab. Jika syarat ini sudah terpenuhi, maka perusahaan pers tersebut sudah sah menjalankan usahanya,” jelasnya.

UKW Penting, Tapi Bukan Syarat Mutlak

La Palellung menegaskan bahwa AMJI-RI sangat mendukung peningkatan kompetensi wartawan, termasuk melalui UKW. Namun, ia menolak jika UKW dijadikan satu-satunya standar kewartawanan atau syarat mutlak kerja sama.

“Lulus UKW bukan jaminan bahwa produk jurnalistiknya berkualitas. Oleh karena itu, jangan jadikan UKW sebagai standar mutlak untuk menentukan legalitas wartawan,” tegasnya.

Sebagai solusi, La Palellung mengusulkan agar Dewan Pers menerbitkan surat edaran yang menegaskan bahwa sertifikasi UKW dan verifikasi media bukanlah syarat utama kerja sama. Selain itu, dalam formulir pendataan media, pengisian nomor UKW sebaiknya tidak diwajibkan.

“Seharusnya, semua media diterima dalam pendataan tanpa terkecuali. Setelah terverifikasi, barulah diberikan pembinaan, termasuk mewajibkan pemimpin redaksi atau penanggung jawab media untuk mengikuti UKW,” sarannya.

Pers Harus Tetap Merdeka

La Palellung juga menyoroti fakta bahwa banyak wartawan dan media yang berjasa dalam mengungkap berbagai penyimpangan, termasuk kasus korupsi, justru belum terdaftar di Dewan Pers. Namun, di sisi lain, ia mengakui bahwa ada juga oknum yang mengatasnamakan wartawan tanpa menjalankan profesinya sesuai UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik.

“Kami di AMJI-RI sangat mendukung kompetensi wartawan dan penegakan kode etik. Namun, kami menolak jika ada pihak yang menyebut wartawan atau media yang belum terdaftar di Dewan Pers sebagai pihak yang tidak diakui atau tidak layak dilayani,” tegasnya.


Di akhir pernyataannya, Arham menyerukan kepada seluruh insan pers, terutama yang belum terverifikasi di Dewan Pers, untuk bersatu memperjuangkan kemerdekaan pers yang sesungguhnya.

“Jangan biarkan ada pihak-pihak tertentu yang membatasi ruang gerak wartawan. Pers adalah alat perjuangan, bukan alat kekuasaan!” pungkasnya.Tim Jurnalis

banner 325x300
banner 325x300