banner 970x250

Arham MSi La Palellung: Jejak, Warisan, dan Pengabdian

Profil Arham MSi La Palellung

Saya lahir dari keluarga yang sangat sederhana, dibesarkan dalam lingkungan yang menjunjung tinggi pendidikan adab (ade’) dan pendidikan moral (akhlak). Sejak kecil, saya dididik untuk memahami nilai-nilai kehidupan yang berakar pada adab (ade’) budaya dan nilai-nilai agama

Sebagai anak ketiga dari empat bersaudara, semuanya laki-laki, saya tumbuh dengan prinsip-prinsip kesederhanaan, tanggung jawab, dan penghormatan terhadap nilai-nilai agama

Nama yang saya gunakan di dunia jurnalistik dan advokasi, Bang AMSi La Palellung, merupakan singkatan dari Arham MSi La Palellung.

Arham Bin Abdul Mannan Bin Haji Muhammad Syafei Bin La Lellung Bin La Baso.

Dalam darah saya mengalir warisan To Pabbicara Pangngadereng—pemegang aturan adat, serta To Mappideceng—mereka yang senantiasa berbuat kebaikan. Selain itu, darah kepemimpinan yang diwariskan leluhur saya menjadi tanggung jawab besar untuk saya pegang teguh. Oleh karena itu, saya berusaha untuk selalu mengamalkan nilai-nilai kepemimpinan yang luhur, yaitu:

✅ Lempu’ – Kejujuran dan integritas

✅ Adatongeng – Kebijaksanaan dan kepedulian

✅ Siri’ na Pacce – Harga diri dan solidaritas

Nama adat yang saya gunakan, Petta Palellung atau La Palellung, adalah penghormatan terhadap kakek saya, La Lellung.

Makna di Balik Nama “La Palellung”

Dalam bahasa Bugis, Lellung berarti “tenda kebesaran”, yaitu tenda yang digunakan untuk memayungi raja dalam prosesi adat. Ungkapan “Ri Paduppai Lellung” berarti “dijemput dengan tenda kebesaran”, melambangkan kehormatan dan kebangsawanan.

Namun, Lellung juga memiliki arti lain: “buru” atau perburuan. Maka, Palellung berarti “pemburu”.

Nama La Palellung (Petta Palellung / Daeng Palellung) yang saya gunakan tidak hanya sekadar gelar adat, tetapi juga mencerminkan perjalanan hidup saya selama puluhan tahun sebagai pemburu keadilan. Saya memburu koruptor, memburu pemimpin yang menzalimi rakyat, dan memburu mereka yang menjalankan pemerintahan dengan sewenang-wenang.

Oleh karena itu, dalam keseharian, saya juga sering disapa dengan sebutan Petta Palellung, Petta Lellung atau Daeng Palellung.

Jejak Keluarga dan Warisan Leluhur

Ayah saya, (Alm) Abdul Mannan, yang dalam keseharian kami panggil Babba / Abba, terlahir dari pasangan:

▶ (Alm) Haji Muhammad Syafei (Petta Sapi’) – Berdarah Tanete (Barru) dan Luwu, kemudian menetap di Kajuara/Jampue (Ajjarenge), Kabupaten Barru.

▶ (Alm) Hj. I Tcambo – Berdarah Soppeng, memiliki trah/silsilah keturunan dari Datu/Arung Bakke dan Arung Kawukawu.

Ibu saya, (Alm) Nurtina (I Tina), terlahir dari pasangan:

▶ (Alm) La Mailang

▶ (Alm) I Yomming – Berdarah Soppeng, memiliki trah/silsilah keturunan dari Datu/Arung Bakke dan Arung Kawukawu

Dituturkan berdasarkan jejak tutur orang tua dan rumpun keluarga.

Dalam diri ibu saya mengalir darah Bila Lalabata dan Mong, Kabupaten Soppeng.

Dalam diri Ayah saya mengalir darah Tanete Berru, Luwu dan Soppeng

Ayah dan ibu saya masih saudara sepupu satu kali, sebuah tradisi pernikahan yang sering terjadi dalam keluarga-keluarga bangsawan Bugis untuk mempertahankan garis keturunan.

Pembahasan lebih dalam mengenai silsilah dan atau garis keturunan dan profil lainnya akan saya bahas di niche berikutnya.

Sejarah, Adat, dan Budaya

Sebagai seseorang yang memiliki akar kuat dalam sejarah dan adat, saya selalu berusaha melestarikan dan menjaga nilai-nilai budaya Bugis-Makassar. Banyak aspek dalam warisan leluhur yang masih perlu dipelajari, dilestarikan, dan diwariskan kepada generasi berikutnya.

Oleh karena itu, pembahasan lebih dalam mengenai Sejarah, Adat, dan Budaya akan saya bahas secara khusus di PERWIRA NUSANTARA, sebagai bagian dari komitmen saya dalam melestarikan kearifan lokal dan nilai-nilai luhur Nusantara.

Bagi yang ingin mengenal lebih jauh perjalanan hidup saya, silakan baca:  Jejak Langkah Bang AMSi

Salam, Jejak Tutur Petta Palellung