banner 970x250

Bangsawan Bugis: Akhlak Mulia sebagai Warisan Sejati

Oleh: Petta Lellung, Pendiri Perkumpulan Rumpun Wija Pemersatu Adat Nusantara

banner 728x90
banner 728x90

Catatan Petta Lellung – Dalam masyarakat Bugis, (dahulu) gelar kebangsawanan bukan sekadar warisan dari darah keturunan, tetapi juga tanggung jawab moral dan sosial. Seorang bangsawan sejati tidak hanya dihormati karena leluhurnya, tetapi juga karena perilaku, kebijaksanaan, dan keberaniannya dalam menjaga kehormatan diri serta melindungi rakyatnya.

Apakah wija/turunanya mampu menjaga perilaku itu?

banner 325x300

Namun, zaman telah berubah. Hari ini, tidak sedikit orang yang mengaku bangsawan tetapi lupa pada nilai-nilai luhur yang seharusnya mereka junjung. Ada juga yang tidak sadar bahwa mereka sebenarnya keturunan ningrat karena silsilahnya terputus atau tidak diwariskan secara terbuka. Lantas, apa sebenarnya yang membedakan seorang bangsawan Bugis sejati?

  1. Bangsawan Sejati Adalah Sosok yang Berakhlak Mulia

Orang Bugis tidak serta-merta menghormati seseorang hanya karena ia lahir dari keluarga bangsawan. Kebangsawanan sejati tidak hanya terlihat dari nama, tetapi dari sikap dan cara seseorang membawa diri di tengah masyarakat.

Ada lima ciri utama seorang bangsawan Bugis yang berakhlak mulia:

1.1. Siri’: Menjaga Harga Diri dan Martabat Siri’ adalah jiwa seorang Bugis. Tanpa siri’, seseorang dianggap tidak memiliki kehormatan dan lebih baik mati daripada hidup dalam kehinaan. Dalam kehidupan bangsawan, siri’ bukan sekadar soal harga diri pribadi, tetapi juga tentang menjaga kehormatan keluarga, masyarakat, dan adat yang diwariskan. Seorang bangsawan sejati akan selalu: Berlaku jujur dan bertanggung jawab → Ia tidak akan menipu atau berkhianat demi keuntungan pribadi. Menjaga kehormatan keluarga dan leluhur → Ia tidak akan mencoreng nama baik keluarganya dengan perbuatan tercela. Tidak membiarkan dirinya dipermalukan atau dihina tanpa alasan → Jika harga dirinya diinjak-injak, ia harus memperjuangkannya dengan cara yang terhormat.

1.2. Pacce: Memiliki Kepedulian Sosial dan Rasa Empati Dalam masyarakat Bugis, bangsawan bukan hanya pemimpin, tetapi juga pelindung rakyat. Karena itu, ia harus memiliki pacce, yaitu rasa empati dan kepedulian terhadap sesama. Bangsawan sejati tidak akan membiarkan rakyatnya menderita. Ia akan selalu: Peduli terhadap kesulitan orang lain → Tidak menutup mata terhadap penderitaan masyarakat. Berani membela keadilan → Tidak diam ketika melihat ketidakadilan terjadi di sekitarnya. Menyatukan, bukan memecah belah → Ia harus menjadi sosok yang merangkul semua golongan, bukan menciptakan permusuhan.

1.3. Berani dan Tegas dalam Membela Kebenaran Banyak raja dan arung Bugis dalam sejarah yang dikenal bukan karena gelarnya, tetapi karena keberaniannya dalam menghadapi musuh dan menegakkan kebenaran. Bangsawan sejati: Pantang mundur dari tanggung jawab → Tidak lari dari masalah atau takut mengambil keputusan sulit. Tidak tunduk pada kesewenang-wenangan → Lebih baik mati dengan terhormat daripada hidup sebagai budak ketidakadilan. Menjadi pemimpin yang berani, bukan pengecut → Ia harus menjadi contoh dalam keberanian dan kebijaksanaan.

1.4. Cerdas dan Bijaksana dalam Mengambil Keputusan Dalam sejarah Bugis, seorang bangsawan tidak hanya harus berani, tetapi juga harus cerdas dan bijaksana. Kebangsawanan bukan sekadar soal keturunan, tetapi juga soal kemampuan berpikir jauh ke depan. Karena itu, seorang ningrat sejati: Menghargai ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan → Tidak bertindak gegabah atau sembarangan dalam mengambil keputusan. Selalu mempertimbangkan kepentingan orang banyak → Tidak bertindak demi kepentingan pribadi semata. Mendengarkan nasihat orang bijak → Tidak sombong dan mau belajar dari orang yang lebih berpengalaman.

1.5. Rendah Hati dan Menghormati Semua Orang Ada pepatah Bugis yang berbunyi: “Lempu’ tellu sibawa ada’ tellu, nasaba lempu’ pura onroangngi siri’.” (Ada tiga kejujuran dan tiga adat, karena kejujuranlah tempat bersemayamnya harga diri.) Seorang bangsawan sejati tidak boleh sombong. Justru, semakin tinggi kedudukannya, semakin rendah hatinya. Bangsawan yang benar-benar dihormati adalah mereka yang: Berbicara dengan sopan dan bijak → Tidak merendahkan orang lain hanya karena statusnya lebih tinggi. Menjadi teladan dalam sikap dan perilaku → Memberikan contoh yang baik kepada rakyatnya. Menghormati adat dan nilai leluhur → Tidak melupakan asal-usulnya dan tetap menjunjung tinggi budaya Bugis.

  1. Bangsawan Bukan Sekadar Gelar, Tetapi Tanggung Jawab

Di masa lalu, seseorang bisa menjadi bangsawan bukan hanya karena lahir dari keturunan raja atau arung, tetapi juga karena kemampuannya memimpin, keberaniannya di medan perang, dan kebijaksanaannya dalam bertindak. Namun, di masa sekarang, banyak keturunan bangsawan yang tidak dikenal atau tidak lagi menggunakan gelar mereka. Ada beberapa alasan mengapa hal ini terjadi: Gelar tidak diwariskan atau sengaja dihilangkan → Dalam beberapa keluarga, gelar kebangsawanan tidak lagi digunakan untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan modern.

Bangsawan yang tidak menunjukkan sikap terhormat akan dilupakan → Jika seseorang tidak berperilaku sesuai nilai kebangsawanan, maka masyarakat tidak lagi menganggapnya sebagai ningrat. Keturunan yang tercerai-berai atau merantau → Banyak keturunan bangsawan yang berpindah ke daerah lain dan akhirnya kehilangan jejak silsilah mereka. Namun, satu hal yang pasti: bangsawan sejati tidak akan hilang dari hati masyarakat selama ia tetap berpegang pada nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh leluhurnya.

Menjadi bangsawan Bugis bukan hanya soal gelar atau darah keturunan, tetapi lebih dari itu: sebuah amanah untuk menjaga kehormatan diri, melindungi masyarakat, dan menjadi contoh dalam kehidupan.

Bangsawan sejati adalah mereka yang memiliki siri’ (harga diri), pacce (kepedulian), keberanian, kebijaksanaan, dan rendah hati.

Jika seseorang ingin dihormati sebagai ningrat, maka ia harus bertanya pada dirinya sendiri: Apakah saya telah berperilaku seperti seorang bangsawan sejati? Karena dalam budaya Bugis, kehormatan tidak diwariskan—tetapi diperjuangkan. Catatan Penulis

banner 325x300
banner 325x300

Tinggalkan Balasan